
JAKARTA (Madina Bisnis) - Pemerintah akan melakukan penertiban permainan "culas" di perdagangan beras.
Saat ini Kementerian Pertanian sudah mengantongi 212 merek yang terduga memanipulasi kualitas dan kuantitas dalam peredaran beras.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkap sejumlah temuan baru soal praktik 'culas' para produsen hingga pedagang yang telah memanipulasi harga hingga kemasan beras subsidi.
Amran mengatakan, mereka juga terbukti memanipulasi dan menjual beras tak mengikuti standar mutu ketentuan jenis beras yang ditetapkan oleh pemerintah, dengan total jumlah 212 merek.
"Ada yang volumenya dikurangi, ada yang kualitasnya dikurangi. Harusnya dia beras curah, tapi ditulis premium. Harusnya beras curah, tapi ditulis medium. Itu ada 212 merek," ujar Amran kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (7/7/2025) dikutip Bloombreg Technoz.
Hanya saja, Amran belum bisa memberitahu siapa saja produsen besar yang telah memproduksi ratusan merek tersebut, yang sebelumnya juga telah diketahui melibatkan 10 produsen besar.
Tetapi, dia memastikan seluruh produsen dan merek beras oplosan tersebut telah diserahkan sepenuhnya kepada pihak Kepolisian, termasuk Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk ditindak lebih lanjut.
"Saat ini pemeriksaan sudah dan sedang berjalan,” tutur Amran. “[Siapa saja produsennya?} Nanti tanya saja Satgas Pangan,” sambungnya menegaskan.
Amran sebelumnya juga telah memberikan sejumlah temuan lanjutan soal adanya praktik 'culas' produsen hingga pedagang beras oplosan yang juga terjadi selama bertahun-tahun.
Praktik tersebut juga telah terjadi selama bertahun-tahun, dengan total kerugian negara yang diklaim mencapai Rp2 triliun/tahun selama lima tahun. Dengan demikian, negara telah rugi hingga Rp10 triliun.
"Kita hitung kerugian negara Rp2 triliun ini [dalam] satu tahun. Kalau lima tahun [mencapai] Rp10 triliun, yang diambil Rp1,4 triliun," ujar Amran saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi V DPR, Rabu pekan lalu.
Praktik culas itu dilakukan kepada beras stabilisasi harga pangan (SPHP) yang memang digelontorkan oleh pemerintah tahun setiap melalui Perum Bulog, dengan mutu yang tidak sesuai.
“Kita lihat langsung tempat penyaluran SPHP, yang dilakukan adalah 20% [beras penyaluran itu] dipajang [sesuai], [tetapi] 80% dibongkar, [lalu] dijual premium jadi naik Rp2.000-3.000,” tutur Amran.
Selain itu, lanjut Amran, beras-beras tersebut juga diketahui telah beredar disejumlah pedagang ritel, minimarket, hingga pasar swalayan besar di negeri seluruh Indonesia.
“Kami ada videonya, tokonya juga lengkap,” imbuhnya menegaskan. (bloombreg/01)