• Jelajahi

    Copyright © Madina Bisnis
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Idul Adha 2025: Nilai Ekonomis dan Momentum Kebangkitan Ekonomi

    Admin Madina Bisnis
    Friday, June 06, 2025 WIB Last Updated 2025-06-06T14:39:31Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini


    Oleh: Hasanuddin Wahid

    Sekjen PKB dan Anggota Komisi XI, DPR-RI


    Hari raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban adalah salah satu hari raya paling penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Hari tersebut memperingati kesediaan Nabi Ibrahim AS mengorbankan putranya sebagai ekspresi ketaatannya kepada Allah SWT. Perayaan ini ditandai dengan ritual pengorbanan hewan ternak, biasanya kambing, domba, sapi, atau unta, lalu dagingnya dibagikan kepada keluarga dan warga komunitas yang membutuhkan. Mereka juga mengeluarkan banyak uang membeli sembilan bahan pokok (sembako) lainnya, di samping pakaian, dekorasi rumah, dan menikmati liburan. Semua ini mendongkrak jumlah perputaran uang, meningkatkan transaksi dan mendorong aktivitas ekonomi secara signifikan.


    Salah satu fenomena paling mencolok menjelang Hari Raya Idul Adha adalah lonjakan permintaan terhadap ternak dan bahan pangan. Portal daring asal Jerman, Statista, menyebutkan permintaan global untuk hewan kurban, seperti kambing, domba, dan sapi, untuk Idul Adha 2025 (1446 H) meningkat secara signifikan. Ada puluhan jutaan hewan dijadikan kurban di seluruh dunia, terutama di negara populasi Muslim terbesar seperti Bangladesh, Pakistan, dan Indonesia.


    Menurut laporan BBC, umat Muslim di Bangladesh membutuhkan sekitar 13 juta ekor hewan kurban, pada musim Idul Adha tahun ini. Di Indonesia, Kementerian Pertanian RI, khususnya Direktorat Jenderal Peternak dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) memperkirakan kebutuhan hewan kurban, baik kambing, domba dan sapi, menembus angka 2.074.269 ekor, naik sebesar 1,98 persen dibandingkan tahun lalu.

    Ditjen PKH juga memperkirakan pasokan hewan kurban tahun ini mencapai 3.217.397 ekor. Indonesia mengalami surplus hewan kurban 1,14 juta ekor pada Idul Adha tahun ini.


    Sementara itu, Institur for Democratic and Affluance Studies (IDEAS) memperkirakan nilai ekonomi dari pasar hewan kurban tahun ini mencapai Rp 27,1 triliun, sedikit menurun dari tahun 2024 mencapai Rp 28,3 triliun. Hal ini terjadi karena jumlah umat Muslim yang berzakat tahun ini menurun, akibat kelesuan ekonomi global. IDEAS memperkirakan, pada Idul Adha tahun ini hanya sekitar 1,92 juta umat Muslim Indonesia yang berzakat. Ini berarti terjadi penurunan 11 persen atau 233 ribu orang dibandingkan tahun 2024 yang mencapai 2,16 juta orang.


    Penyembelihan hewan kurban dalam jumlah besar selama Idul Adha berdampak positif bagi industri kulit. Data statistik menyebutkan pasokan kulit dari Idul Adha mencapai lebih 30 persen pasokan tahunan. Ini mendukung sektor kulit domestik yang berorientasi ekspor.


    Hasil pantauan Badan Pusat Statistik (BPS) di sejumlah pasar memperlihatkan jelang Hari Raya Idul Adha harga sembako berfluktuasi. Terpantau, harga cabai merah merosot dari Rp 40 ribu menjadi Rp 35 ribu per kilogram (kg), cabai hijau dari Rp 35 ribu menjadi Rp 28 ribu per kg, dan cabai rawit merosot dari Rp 40 ribu menjadi Rp 35 ribu per kg. Tetapi, harga telur ayam justru naik dari Rp 48 ribu menjadi Rp50 ribu per papan, sedangkan beras premium 15 kg, naik dari Rp 220 ribu menjadi Rp 230 ribu per sak.


    Sebagaimana lazimnya, pada Hari Raya Idul Adha, hampir semua umat Muslim menikmati hidangan menu istimewa dan bervariasi. Selain itu diwarnai pakaian baru, mendekorasi rumah dan membagi-bagikan hadiah. Tradisi ini membuat volume dan nilai transaksi pasar ritel meningkat sehingga para pedagang meraup keuntungan besar. Efek lainnya, restoran dan tempat-tempat kuliner mengalami peningkatan pelanggan karena banyak keluarga makan di luar rumah untuk merayakan Idul Adha.


    Sektor Pariwisata dan Perhotelan

    Idul Adha, yang juga dikenal sebagai Idul Haji, bertepatan dengan puncak ibadah haji di Mekkah pada 10 Dzulhijjah, ketika para jemaah haji melaksanakan wukuf di Padang Arafah. Data Kementerian Agama (Kemenag) menunjukkan musim haji tahun 2025 ini, Indonesia mendapat kuota haji 221.000 jemaah. Jumlah tersebut meliputi 203.320 kuota jemaah reguler dan 17.680 kuota jemaah haji khusus.


    Kemenag juga memperkirakan perputaran uang terkait ibadah haji dan umrah sangat tinggi. Perputaran dana di Indonesia sendiri diperkirakan mencapai Rp 29 triliun, sedangkan di Mekkah, Arab Saudi, mencapai Rp 23 triliun. Liburan Idul Adha menjadi salah satu periode puncak perjalanan wisata di Indonesia. Banyak destinasi wisata favorit seperti Bali, Lombok, Labuan Bajo, dan Medan menjadi tujuan wisatawan domestik. Sementara itu, kota dan destinasi wisata seluruh wilayah Indonesia dipastikan mengadakan festival, konser, dan acara ramah keluarga yang memikat pengunjung. Maka, terjadi peningkatan pengeluaran di sektor pariwisata, perhotelan, dan transportasi. Berdasarkan data Kemenparekraf, perputaran dana pariwisata selama libur Idul Adha 2024 mencapai Rp 276,11 triliun. Tahun ini nilainya diprediksi melebihi angka tersebut.


    Peningkatan aktivitas bisnis peternakan, pasar hewan kurban, logistik, festival dan atraksi seni-budaya pariwisata (travel, perhotelan dan kuliner) dan UMKM pada saat Idul Adha diyakini menyerap puluhan ribu tenaga kerja. Namun, tampaknya peluang pekerjaan ‘sementara’ yang ada tidak mampu mengimbangi penurunan pasar tenaga kerja dan ‘banjir’ pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat melemahnya kondisi perekonomian global.


    Data BPS menunjukkan tingkat pengangguran di Indonesia naik pada bulan-bulan menjelang Idul Adha. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2025 tercatat 4,76 persen, meskipun jumlah penganggur meningkat menjadi 7,28 juta orang, bertambah 83 ribu orang dibandingkan dengan Februari 2024. Proyeksi angka pengangguran di Indonesia pada tahun 2025 juga diperkirakan mencapai lebih dari 5 persen. Ini menjadikan Indonesia negara dengan pengangguran tertinggi kedua di antara negara berkembang di Asia Pasifik.


    Kewajiban membayar zakkat dan trasisi bersedekah dan ritual penyembelihan serta pembagian daging kepada masyarakat miskin pada Idul Adha memiliki dampak ekonomis. Ini mendukung ketahanan pangan dan memajukan kesejahteraan sosial berbagai komunitas. Memang, belum ada data pasti mengenai persentase penduduk yang mengalami perbaikan kesejahteraan sebagai dampak dari aksi-aksi karitatif keagamaan tersebut. Namun, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI menyebutkan pada tahun 2025 potensi zakat fitrah secara nasional mencapai 604.813.992 ton beras, setara Rp 8 triliun.


    Baznas pun memperkirakan sekitar 40 persen dari keluarga Muslim yang sejahtera di Indonesia melakukan kurban, minimal satu keluarga berkurban satu hewan. Apabila, hasil zakat fitrah dan daging kurban dapat didistribusikan secara efektif, sebagian besar penduduk Muslim, terutama kalangan keluarga pra-sejahtera, dapat menikmati jatah beras dan daging kurban sehingga dapat ‘bernapas lega’. Dengan demikian, Hari Raya Idul Adha ‘mengobati’ sedikit dari kesenjangan pangan, terutama kesenjangan mengonsumsi daging, antara kelompok kaya dan miskin.


    Meskipun mampu menggerakkan roda perekonomian secara signifikan, Idul Adha 2025 memberikan tantangan tersendiri bagi masyarakat dunia, dan Indonesia khususnya. Idul Adha tahun ini masih diwarnai perang fisik di beberapa negara, perang dagang dan perubahan iklim membuat perekonomian global tidak stabil. Ini memaksa banyak keluarga Muslim di berbagai negara mengendalikan diri dalam berbelanja untuk merayakan Idul Adha.


    Menurut BBC, Raja Maroko, Mohammed VI mendorong warganya merayakan Idul Adha sambil terus berhemat dengan tidak menyembelih domba pada Hari Raya Idul Adha tahun ini. Di Indonesia, Presiden Prabowo tidak melakukan imbauan penghematan seperti Raja Maroko itu. Namun, warga sepatutnya merayakan Idul Adha sambil berhemat.


    Belum lama ini Bank Indonesia mengungkapkan Dana Pihak Ketiga (DPK) dari nasabah perorangan per April 205 tercatat Rp 4.084,5 triliun, tumbuh 0,0 persen secara tahunan (YoY). Data ini mengindikasikan daya beli masyarakat melemah dan cenderung mengalihkan dana ke kebutuhan pokok daripada menabung. Saat ini Indonesia ditengarai sedang mengalami kemerosotan dalam Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang berpotensi menimbulkan stagnasi konsumsi rumah tangga pada kuartal II-2025.


    Selain itu, di tengah upaya pemerintah merealisasikan program Makan Bergizi Gratis (MBG), Indonesia mengalami masalah ketahanan dan kesenjangan pangan yang serius. BPS menyebutkan pada 2025, rata-rata konsumsi daging kambing dan sapi per tahun pada persentil terendah (1% termiskin) hanya mencapai 0,51 kg/tahun, sedangkan pada persentil tertinggi (1% terkaya) adalah 4,52 kg. Jadi, Hari Idul Adha adalah momen bagi umat Muslim memobilisasi sumber daya untuk memfasilitasi distribusi bahan pangan demi mendukung warga masyarakat yang rentan.


    Tantangan berikutnya adalah tren meningkatnya kesadaran masyarakat akan isu kelestarian lingkungan hidup, termasuk isu perlindungan dan kesejahteraan hewan. Kini masyarakat Indonesia semakin kuat mendesak pemerintah menerapkan regulasi dan praktik pengelolaan dan perlidungan hewan ternah secara berkelanjutan. Sementara itu, mulai muncul tren baru di kalangan Muslim yang lebih memilih untuk melindungi hewan ternak, tidak menjadikan ‘hewan kurban’ tetapi menyediakan ‘kurban simbolis’ dengan nilai setara untuk perubatan amal. Ini juga mencerminkan sikap dan realitas ekonomi yang diprediksi terus merwarnai perayaan Idul Adha pada masa depan.


    Kebangkitan Ekonomi

    Sebagaimna biasa, pada musim Idul Adha ini, pegawai pemerintah dan sektor swasta di dunia Islam, seperti negara-negara di Timur Tengah, Pakistan, Bangladesh, Malaysia, dan Indonesia, menerima tunjangan hari raya (THR). Sementara itu warga biasa banyak yang menerima remitansi dari kerabatnya yang menjadi pekerja migran di luar negeri, para dermawan pun membayar zakat. Akibatnya terjadi peningkatan perputaran uang yang memicu peningkatan aktivitas ekonomi dan perdagangan.


    Peningkatan tersebut menjadi semakin kuat karena sistem e-commerce yang dimungkikan transformasi digital yang tumbuh pesat di hampir semua negara. Hal tersebut telah menjadi dorongan yang sangat dibutuhkan bagi perekonomian global yang tidak menentu saat ini. Tentu saja, menurut perspektif agama, hal ini diterima sebagai ‘berkah’ dari Yang Maha Kuasa. Akan tetapi, dari perspektif ekonomi, fenomena tersebut dapat dimaknai sebagai ‘momentum kebangkitan ekonomi’.


    Oleh karena itu, tugas warga dunia, termasuk bangsa Indonesia, adalah mempertahankan aktivitas ekonomi yang kuat tersebut dengan mengendalikan inflasi, memperbesar investasi, memajukan industri demi peningkatan pendapatan, melakukan efisiensi biaya, melakukan inovasi, dan memberikan dukungan kesiapan tenaga kerja. Upaya ini harus dilengkapi dengan kebijakan pemerintah yang komprehensif untuk mendorong pertumbuhan dan ketahanan ekonomi yang berkelanjutan. (Suara Pembaruan)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Tokoh

    +

    Anda Pengunjung Ke-